Mari kita lanjut kecerita selanjutnya, session keempat. Bagi yg belum membaca session ketiga, bisa klik disini...
Lanjut...
Kisah#9:
Bonek yang Sesungguhnya
Supporter
remaja Persebaya yang terkenal dengan sebutan bonek (bondo nekad = modal
nekad), kehadirannya lebih sering bikin rusuh dan resah banyak orang. Oleh
karena itu, kehadiran mereka seringkali menimbulkan antipati dari pelbagai
pihak. Namun tidak demikian halnya dengan para bonek saat menjelang pertempuran
10 Nopember 1945. Kehadiran mereka justru memberikan andil bagi perjuangan
menjaga kemerdekaan.
Saat itu
diminggu terakhir Oktober, untuk meredakan pertikaian yang kian panas antara
arek-arek Suroboyo dan pasukan Mallaby, diadakanlah pertemuan antara pimpinan
militer Inggris di Surabaya dengan pimpinan arek-arek Suroboyo yang dengan
itikad baik bersedia untuk berunding dengan pihak Inggris.
Namun bagi
arek-arek Suroboyo, ada sedikit kekhawatiran. Tempat perundingan berada di
daerah basis pertahanan Inggris. Bagaimana seandainya ada tentara Inggris yang
menembak pimpinan arek-arek Suroboyo yang akan jadi juru runding? Sementara
sudah disepakati juru runding Indonesia tidak boleh dikawal oleh pasukan
bersenjata saat ke lokasi perundingan. Jika hal ini dibiarkan, para juru
runding itu benar-benar akan menjadi lame duck, yang dengan mudah akan dihabisi
jika ada diantara pasukan Inggris yang tidak disiplin.
Maka
dicarinya akal. Ketemu cara yang unik, cerdik dan nekad betul. Segera disebar
pemberitahuan untuk mencari ABG-ABG atau remaja yang bersedia menjadi
sukarelawan untuk mengawal para juru runding, dari dan kelokasi perundingan.
Mereka akan menjadi semacam perisai hidup bagi para juru runding. Perhitungan
arek-arek Suroboyo, tentara Inggris masa iya sih akan menembak remaja-remaja
tidak bersenjata? Mereka pasti takut kalau diperkarakan sebagai penjahat
perang.
Dalam
suasana yang sangat panas antara pasukan Mallaby dan pejuang, resiko menjadi
perisai hidup sangat besar. Namun ternyata tidak sulit untuk mendapatkannya
belasan ABG untuk menjadi perisai hidup. Mereka semua dengan antusias bersedia
menjadi perisai hidup bagi para pemimpinnya. Bagi mereka, keselamatan para
pemimpin adalah lebih penting.
Maka ketika
saatnya tiba, beberapa juru runding arek-arek Suroboyo menuju ke tempat
perundingan dengan dikelilingi secara rapat oleh belasan ABG Surabaya. Jadilah
delegasi tim perunding seperti rombongan aneh, yang mirip arak-arakan temu
penganten. Entahlah, bagaimana perasaan pasukan Inggris melihat barisan ajaib
itu.
Usai
perundingan, rombongan remaja bondo nekad itu kembali mengiringi dan
mengelilili dengan rapat tim perunding Indonesia. Saat kembali ke posisi
arek-arek Suroboyo, para remaja belasan tahun itu dengan penuh semangat
menyanyikan beberapa lagu perjuangan agar makin meriah.
Untung saja
saat itu belum ada Undang-undang Perlindungan Anak, bisa-bisa yang punya ide
mempergunakan perisai hidup bakal dituntut oleh Kak Seto !
= = =
Kisah#10:
Mempermainkan Pesawat Tempur Sekutu
Memasuki
minggu ke-4 pertempuran Surabaya, arek-arek Suroboyo terpaksa terus bergeser
keluar kota Surabaya, termasuk ke arah Selatan (Sidoarjo) karena terdesak oleh
pasukan Sekutu. Maklumlah, senjata yang dipergunakan Sekutu sama sekali tidak
seimbang.
Salah satu
alutsista yang nyaris tidak bisa dilawan sama sekali adalah pesawat tempur.
Tanpa meriam penangkis serangan udara yang memadai, garis pertahanan arek-arek
Suroboyo dengan mudah dihajar. Terutama jika posisi pertahanan arek-arek
Suroboyo berada di tempat terbuka seperti saat arek-arek Suroboyo mundur ke
arah Sidoarjo.
Namun
arek-arek Suroboyo yang tergabung dalam TRIP tidak kurang akal saat mendapat
serangan tembakan senapan mesin pesawat tempur sekutu. Ada cara sederhana. Saat
itu disepanjang jalan menuju Sidoarjo dan Porong, banyak pohon asam jawa
dikanan kiri jalan. Umumnya pohon asam itu sudah tua dengan batang yang cukup
besar. Nah pohon asam inilah yang dijadikan tempat berlindung saat pesawat
tempur datang menyerang. Para pejuang TRIP tahu bahwa sudut tembakan tidaklah
tegak lurus, sehingga mereka dapat mempergunakan batang asam yang diameternya
lebih semeter untuk berlindung.
Jika pesawat
tempur musuh datang dari arah Barat, maka anggota TRIP berlindung disisi timur
batang pohon asam. Sebaliknya jika pesawat musuh datang dari arah Barat, maka
arek-arek Suroboyo berlindung disisi sebelah Timur batang asam. Cara ini cukup
manjur mengurangi korban.
Dasar
anak-anak muda, bukannya takut mendapat serangan udara semacam ini, malah
mereka senang karena bisa mempermainkan pesawat temput Sekutu. Meski tidak bisa
balas menembak pesawat musuh, paling tidak bisa sedikit mempermainkan pilot
musuh…
= = =
Kisah#11:
Prajurit Madura yang Dikontrak Belanda Itupun "Dipalak" Para Pejuang
Setelah
terdesak dari Surabaya, di front Selatan, Kali Porong sempat menjadi garis
demarkasi antara pasukan arek-arek Suroboyo dengan pasukan Belanda (saat itu
Inggris menyerahkan kendali kepada Belanda karena Inggris tidak mau lagi
terlibat dalam pertempuran menyakitkan yang tidak ada gunanya bagi Inggris).
Arek-arek
Suroboyo bertahan di sisi Selatan tanggul Kali Porong sementara pasukan Belanda
ada disisi Utara tanggul Kali Porong. Di antara pasukan Belanda itu, terdapat
beberapa elemen pasukan yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia termasuk
dari Madura.
Mungkin
karena kedekatan budaya, suku, dan agama antara arek-arek Suroboyo dengan pasukan
Belanda dari suku Madura, terdapat hubungan yang unik antara arek-arek Suroboyo
dengan prajurit Belanda dari suku Madura.
Pasukan
Madura nampak merasa serba salah menghadapi arek-arek Suroboyo, yang
diantaranya banyak juga dari keturunan Madura. Jika mereka nampak berjaga di
seberang Kali Porong, arek-arek Suroboyo segera mengejek mereka sebagai
pengkhianat plus bonus makian dengan menyebut segala macam nama-nama koleksi
kebun binatang dan benda-benda yang biasa dibuang di WC. Kalau makian khas Surabaya,
sudah jadi menu harian yang terpaksa harus ditelan oleh prajurit Madura.
Pokoknya, segala sumpah serapah dan caci maki dengan rajin dihadiahkan kepada
pasukan yang dikontrak Belanda itu. Lebar Kali Porong tidaklah begitu lebar,
paling 50 – 75 meter sehingga teriakan dari seberang kali masih dapat didengar
dengan jelas dari seberang lainnya. Mendapat caci-maki seperti itu umumnya
prajurit Madura tidak membalas. Mereka diam saja.
Yang lebih
menakjubkan, dikala air Kali Porong surut, tak jarang sebagian arek Suroboyo
menyeberang Kali Porong ke arah sektor yang dijaga prajurit Madura tanpa merasa
khawatir ditembaki oleh prajurit Madura. Arek-arek Suroboyo menyeberang kali
biasanya untuk minta....roti, makanan, bahkan peluru kepada prajurit Madura,
yang anehnya juga pasrah saja di “palak” arek-arek Suroboyo. Tidak ada insiden
yang serius antara para pejuang dengan prajurit Madura.
Luar
biasalah arek-arek Suroboyo itu, sudah memaki habis-habisan, masih pula minta makanan
dan peluru ! Tak kalah luar biasa pula kesabaran prajurit Madura itu, sudah
diejek dan dimaki-maki, makanan dan peluru mereka pun sebagian diberikan kepada
arek-arek Suroboyo !
Sungguh,
hubungan yang aneh, yang mungkin membuat pening kepala opsir-opsir Belanda...!
Nice Info Jangan Lupa Kunjungi http://rentallaptopmalang.blogspot.com/
ReplyDelete